JIKA “BURNOUT” KARENA PEKERJAAN,BAGAIMANA CARA MENGATASINYA?

JIKA “BURNOUT” KARENA PEKERJAAN,BAGAIMANA CARA MENGATASINYA?

Prisilia Trusdy Pattiata S.Psi., M.Psi., Psikolog

Kita pasti sering melihat seseorang yang dulunya sangat aktif bekerja dan penuh inisiatif dalam bekerja, tiba-tiba memiliki performa kerja menjadi  sangat menurun. Hingga pada akhirnya memutuskan untuk berhenti bekerja. Biasanya sebelum memilih mundur dari pekerjaan, biasanya dimulai dengan perubahan seperti mudah marah, pola perilaku yang aneh, tidak memiliki semangat kerja sehingga tidak produktif. Kondisi tersebut dapat disebabkan karena kelelahan atau yang lebih dikenal dengan istilah Burnout.

World Health Organization (2019) Burnout dianggap sebagai “fenomena pekerjaan” dan merupakan sindrom yang digambarkan sebagai akibat dari stres kronis di tempat kerja yang belum berhasil dikelolah oleh individu.  Sedangkan menurut Maslach dan Leiter (2016) burnout adalah simdrom psikologis yang muncul sebagai respon jangka panjang terhadap stresor interpersonal kronis di tempat kerja. Hal ni disertai dengan tiga dimensi utama yang merupakan respon dari kondisi ini yaitu kelelahan yang luar biasa, perasaan sinis dan keterpisaan dari pekerjaan serta rasa ketidakefektifan dan kurang pencapaian. Selanjutnya Maslach dan Leiter (2016) juga menggambarkan dimensi kelelahan juga digambarkan sebagai kehilangan energi dan tidak bersemangat. Dimensi sinisme adalah awalnya disebut sebagi depersonalisasi dimana menjadi lekas marah, kehilangan idelaisme, penarikan diri dan menunjukan sikap yang tidak pantas bagi orang lain. sedangkan dimensi ketidakefektifa disebut sebagai pencapaian individu yang berkurang dan juga digambarkan sebagai kurangnya produktivitas atau kemampuan dan memiliki semangat kerja yang rendah serta ketidak mampuan untuk mengatasi masalah.

Kelelahan dalam bekerja adalah hal yang wajar, namun menjadi masalah ketika kelelahan dialami dalam waktu yang lama  hingga mengganggu fungsi kehidupan seseorang. Burnout adalah kelelahan emosional, mental dan fisik yang terus menerus dialami akibat periode stress yang berkepanjangan.Kelelahan yang dialami oleh seseorang dapat berpengaruh pada kinerja dan perkembangan karirnya. Secara psikologis, burnout dat menyebabkan gangguan pada tingkat kognitif, emosional dan sikap yang dapat membuat perilaku negatif dalam pekerjaan, teman dan peran profesional. Kondisi burnout tidak berkaitan dengan masalah pribadi, tetapi reaksi dari karakteristik dari lingkungan kerja.

Tidak ada faktor tunggal yang menyebabkan burnout tetapi pada umumnya dapat disebablkan karena beberapa faktor antara lain :

  • Beban kerja terlalu besar melebihi batas jam kerja
  • Memiliki hubungan kerja yang buruk
  • Nilai-nilai dalam diri tidak selaras dengan tempat kerja
  • Pekerjaan yang dilakukan tidak memiliki arti bagi orang lain
  • Tidak memiliki waktu istirahat yang cukup
  • Hasil pekerjaan tidak dihargai
  • Tidak memiliki kendali dalam bekerja
  • Tidak memiliki keseimbangan dalam bekerja

Jika mengalami hal-hal diatas maka bisa jadi anda berasa dalam kondisi burnout. Bertindak lebih cepat untuk mencari solusi adalah yang paling disarankan saat berada dalam kondisi burnout. Karena semakin lama kita berada dalam kondisi tersebut, maka yang dikorbankan bukan hanya waktu dan tenaga tapi kesehatan mental.

Lantas apa yang bisa kita lakukan ?

Beberapa cara ini bisa anda lakukan untuk mengatasi burnout:

  1. Mengubah pola kerja, misalnya bekerja lebih sedikir, lebih banyak istirahat, menghindari lembur bekerja, menyeimbangkan pekerjaan dengan waktu istirahat.
  2. Kembangkan keterampilan mengatasi masalah, misalnya restrukturisasi kognitif, resolusi konflik dan manajemen waktu.
  3. Mencari dukungan sosial, baik dari rekan kerja dan keluarga.
  4. Melakukan teknik relaksasi
  5. Fokus pada diri sendiri : melakukan gaya hidup sehat dan juga olah raga.

Hal baik ini membantu kualitas pekerjaan anda dan dapat membantu mengurangi beban kerja. Pekerjaan yang baik dimulai dari cara kita memperlakukan diri kita.

  1. Tingkatkan kemampuan kenali diri yang lebih baik, melalui berbagai teknik analisa diri, konseling atau terapi. Cara ini bisa dilakukan dengan mencari bantuan profesional.
  2. Berhenti melakukan pekerjaan yang bukan menjadi pekerjaan anda.

Orang yang yang sangat beresiko tinggi mengalami burnout adalah yang biasanya melakukan pekerjaan orang lain. Mereka ingin menyelamatkan (membantu) orang lain atau sulit mengatakan tidak. Atau mereka yang cenderung perfeksionisme yaitu merasa lebih baik bekerja karena hasil pekerjaan orag lain tidak sesuai. Jika merasa seperti itu, ingat, anda perlu singkirkan pekerjan yang tidak perlu anda lakukan karena bukan tugas anda.

  1. Dengan Tegas beri batasan antara pekerjaan dan waktu istirahat. Pisahkan antara pekerjaan kantor dengan waktu istirahat atau waktu untuk melakukan tugas rumah. Pekerjaan kantor, cukup dilakukan di kantor. Sehingga waktu dan kehidupan anda untuk keluarga dan diri sendiri tetap ada.

Perlu diingat bahwa setiap pekerjaan yang kita lakukan pasti memiliki tantangan karena kita sedang berhadapan dengan banyak orang yang memiliki banyak karakter. Akan tetapi kita juga perlu belajar bahwa setiap tantangan yang dihadapi adalah cara kita untuk mengenali diri seperti batas kemampuan, kelebihan dan hal yang perlu dihindari. Tidak semua hal harus kita kerjakan dan harus kita ubah, karena akan lebih baik energi kita difokuskan pada apa yang bisa kita lakukan di luar lingkungan pekerjaan karena berkembang tidak selalu harus ditempat yang sama.

 

Sumber gambar : https://www.freepik.com/search?format=search&query=burnout

Referensi :

Haas, S.B. (2019) 4 Things to do when you’re burning out at work. Dikutip dari: https://www.psychologytoday.com/intl/blog/prescriptions-life/201907/4-things-do-when-youre-burning-out-work

Maslach, C & Leiter, M.P. (2016). Understanding the burnout experience: recent research and its implications for psychiatry.Worls Psychiatry 15:2

World Health Organization. (2019). Burn-out an “occupational phenomenon”: International Classification of Diseases. Dikutip dari : https://www.who.int/news/item/28-05-2019-burn-out-an-occupational-phenomenon-international-classification-of-diseases